
Tim dosen dan tenaga kependidikan dari Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi (DTETI), Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (FT UGM), melakukan kunjungan dan diskusi lanjutan dengan Laboratorium Konservasi Cagar Budaya dan Candi Borobudur pada Kamis (15/5) lalu. Kegiatan ini merupakan bagian dari inisiatif pengembangan teknologi tepat guna untuk pelestarian situs warisan dunia Borobudur yang terus dihadapkan pada tantangan konservasi fisik dan keterbatasan data digital.
Kunjungan ini dipimpin oleh Prof. Hanung Adi Nugroho, S.T., M.Eng., Ph.D., dan melibatkan para dosen seperti Prapto Nugroho, S.T., M.Eng., D.Eng.; Azkario Rizky Pratama, S.T., M.Eng., Ph.D.; Ridwan Wicaksono, S.T., M.Eng., Ph.D.; Dr. Ahmad Nasikun, M.Sc.; dan Syukron Abu Ishaq Alfarozi, S.T., Ph.D., juga didampingi oleh tenaga kependidikan, di antaranya Setyo Adi Wibowo, A.Md.; Yosep Timbul Darminto; dan Rudy Prayitno, serta mahasiswa.
Borobudur sebagai situs yang menerima hingga 5.000 pengunjung per hari menghadapi tantangan konservasi, baik dari aspek fisik (kerusakan relief, pelapukan) maupun nonfisik (kurangnya dokumentasi digital dan informasi spasial yang standar). Tim DTETI FT UGM menghadirkan pendekatan teknologi berbasis Internet of Things (IoT), computer vision, dan data akuisisi untuk menjawab kebutuhan tersebut.
Salah satu solusi yang dikembangkan adalah sistem pemantauan CO₂ dan kelembapan tanah menggunakan sensor tertanam, data logger, serta sistem analitik berbasis jaringan. Model infiltrasi tanah ditunjang dengan teknologi Electrical Impedance Tomography (EIT), yang memungkinkan pemetaan kelembapan tanah secara spasial untuk memahami pengaruh lingkungan terhadap struktur cagar budaya.
Di sisi pelestarian fisik, tim DTETI mengembangkan sistem anotasi otomatis dan pengenalan kerusakan pada relief menggunakan kamera serta model kecerdasan buatan. Berbagai pendekatan pemrosesan citra diuji, termasuk YOLOv8-seg, Mask R-CNN, DeepLabV3+, U-Net, hingga metode Fine-Tuned SAM untuk segmentasi dan klasifikasi retakan permukaan.
Dengan pendekatan ini, proses dokumentasi dan pemantauan kerusakan tidak lagi harus dilakukan sepenuhnya secara manual, melainkan dapat dilakukan oleh pengunjung melalui aplikasi berbasis mobile. Model ini memungkinkan masyarakat berperan serta dalam pelestarian melalui crowdsourcing data monitoring, sekaligus memberikan pengalaman wisata edukatif yang lebih interaktif.
Sebagai bagian dari solusi sistemik, tim juga mengusulkan revitalisasi platform Borobudurpedia, serta pengumpulan dan digitalisasi data spasial aset budaya seperti relief, arca, dan jalur pradaksina. Prototipe aplikasi berbasis Figma juga telah dikembangkan, menampilkan fitur seperti peta real-time, rute wisata yang disarankan, serta integrasi informasi historis dan fasilitas publik. Kegiatan ini mencerminkan sinergi antara keilmuan teknik dan konservasi budaya untuk memberikan kontribusi nyata dalam pelestarian warisan dunia. (RAS)
