Prof. Ir. Tumiran, M.Eng., Ph.D., Guru Besar DTETI FT UGM sekaligus pakar energi UGM menjadi salah satu panelis dalam dialog di stasiun TV swasta TV One yang mengulas debat cawapres 2024 pada Minggu, (21/01). Pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa adalah tema yang dibahas dalam sesi debat cawapres tersebut.
Terkait dengan tema debat, dari sektor energi Prof. Tumiran menekankan bahwa dalam melakukan pembahasan terkait energi diperlukan adanya keterkaitan dengan pertumbuhan ekonomi yang produktif. Artinya, industri harus bisa menciptakan lapangan kerja yang mencukupi. Selain itu, guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang produktif Prof. Tumiran juga menekankan perlunya optimalisasi sumber daya manusia yang ada untuk mampu berkompetisi. “Mudah-mudahan dari para cawapres muncul gagasan-gagasan brilian, bagaimana mengoptimalkan sumber daya manusia di Indonesia untuk mampu berkompetisi. Bangsa yang unggul adalah bangsa yang dapat mentransformasi knowledge dengan skill untuk memberikan nilai tambah”, ungkap Prof. Tumiran. Berbicara soal transisi energi, Prof. Tumiran juga menjelaskan pentingnya transisi yang dapat menciptakan ekonomi baru dan jangan sampai menimbulkan hutang baru. Dalam realisasinya, Prof. Tumrian berharap di tingkat pengambil keputusan, dalam hal ini politisi, dapat lebih melibatkan para ilmuwan untuk berdiskusi karena para ilmuwan juga memiliki peran yang sangat penting untuk proses pembangunan bangsa.
Menyoroti masalah pangan dan food estate, Prof. Tumiran mengungkapkan bahwa masih banyak tanah-tanah produktif yang belum dikelola dengan baik dan beralih fungsi. “Sebenarnya jika itu bisa di-manage dengan baik dan tidak dialih fungsi, mungkin produksi pangan kita masih akan bagus.” jelasnya. Pemerintah harus lebih memperhatikan terutama masyarakat di pedesaan, khususnya petani yang selama ini masih banyak yang mengalami kesulitan seperti kesulitan pupuk, tenaga kerja yang mengelola, dan hasil pertanian yang masih belum cukup. Hal ini perlu diperhatikan dan dilakukan penataan supaya para petani dapat tersubsidi dengan baik dan ekonominya dapat tumbuh. Prof. Tumiran menekankan bahwa mengoptimalkan hal yang sudah ada tersebut akan lebih baik ketimbang memikirkan sesuatu yang belum dan memerlukan peningkatan biaya.
Berkaitan dengan optimalisasi sumber daya alam dan manusia yang ada saat ini di Indonesia, masih banyak hutan yang memiliki potensi menjadi sumber ekonomi baru di sektor energi jika dilakukan dengan sungguh-sungguh. Namun, keinginan untuk melakukan impor masih tinggi di kalangan pemangku kebijakan. Di Indonesia bagian Timur, salah satu langkah untuk optimalisasi tersebut adalah dengan mengembangkan biomassa menjadi hutan industri energi, yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat. Selain itu, sektor kelautan juga merupakan sektor penting yang dapat dikembangkan. Harapannya, pemimpin masa depan dapat merancang konsep-konsep untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang merata di seluruh wilayah Indonesia, dengan melakukan pengelolaan dan pemberdayaan secara optimal. Ini tidak selalu melibatkan pembangunan industri besar, melainkan dengan menggali potensi lokal sehingga penduduk setempat dapat bekerja dan meningkatkan kesejahteraan berdasarkan potensi mereka sendiri.
Dari hasil debat cawapres yang telah berlangsung, Prof. Tumiran berpendapat jika melihat dari substansi apa yang akan dibawa untuk ke depannya, yang sudah cukup jelas dibahas adalah masalah pembangunan berbasis regional. Tetapi, soal transisi belum ada yang mengupas tuntas misalnya seperti apa transisi yang akan dilakukan dan bagaimana persiapan yang perlu dilakukan untuk melakukan transisi tersebut. “Seharusnya pada debat keempat ini sudah ada riil rencana kerja konkret yang bisa dilihat, misalnya yang dilihat oleh rakyat, apa yang akan diperoleh oleh rakyat. Apabila hanya sekedar menciptakan lapangan kerja, itu bahasa politik. Tetapi aksi nyata dalam lima tahun ke depan kira-kira langkah strategis apa yang akan dikerjakan.” ungkap Prof. Tumiran. Sebagai bentuk realisasi ke depan, Prof. Tumiran juga berharap nantinya akan ada aksi nyata, misalnya jika ingin membangun industri maka harus jelas industri apa yang akan dibangun sehingga SDM yang untuk mendukung pembangunan itu bisa lebih jelas dan bisa dipersiapkan. Harus sinergis antara rencana pembangunan dan persiapan SDM yang dilakukan. (EFJ)