Gameltron (1970)
Gameltron karya Prof. Adhi Soesanto.
Gamelan Elektronik (selanjutnya disebut Gameltron) merupakan inovasi Prof. Adhi Susanto, Guru Besar Emeritus DTETI FT UGM pada tahun 1970. Sudah sejak lama ia tertarik dengan alunan musik gamelan—sejak duduk di bangku sekolah di Taman Siswa. Di sana, nada-nada gamelan kerap kali terdengar di pendopo-pendopo sekitar. Melalui Gameltron, ia bertekad untuk menjunjung nilai dari produk warisan budaya yang telah dikenalnya sejak kecil.
Langkah awal gagasan tentang Gameltron hadir saat Adhi Susanto menempuh pendidikan di University of California, Amerika Serikat. Tergerak hatinya, melihat gamelan ternyata banyak dipelajari oleh orang-orang di sana.
Sepulangnya ke Indonesia, Adhi Susanto menyelidiki gamelan-gamelan Jawa di Keraton Yogyakarta dan Surakarta (Mangkunegaran). Ia meneliti bersama Wasisto Suryodiningrat, dosen Matematika di Fakultas Ilmu Pasti dan Alam (kini menjadi Departemen Matematika FMIPA UGM). Mereka mencatat frekuensi dari nada-nada tiap instrumen, dan merekamnya.
Rekaman tersebut diteliti dengan osciloscope, dan Adhi Susanto mencoba-coba satu per satu untuk menemukan bunyi tiruan secara elektronis yang tepat. “Misalnya, bunyi dengung agak panjang dari oscilator yang diredam, itu mirip instrumen bonang. Selanjutnya, kalau diredam lebih singkat, keluar bunyi lain pendek-pendek mirip alat gambang. Dan seterusnya,” ujarnya.
Gameltron ini dikemas dengan produk menyerupai organ agar mudah dibawa dan dikenalkan ke masyarakat luas, khususnya di luar Indonesia. “Jadi, dengan satu alat musik, sudah bisa bermain gamelan. Ini sangat rumit,” demikian pemaparannya dalam rekaman wawancara pada tahun 2021.
Gameltron sempat dipamerkan di Pekan Raya Jakarta pada tahun 1977, dengan dibantu mahasiswa dan juga rekan-rekan Adhi Susanto. Pada saat itu, jalanan dari Yogyakarta ke Jakarta masih belum baik, ditambah dengan komponen-komponen yang ada pada gameltron sendiri masih tergolong ringan. Saat sampai di Jakarta, gameltron harus diperbaiki dulu karena beberapa komponen saling lepas atau rusak. Beruntungnya, penyelenggara menginformasikan apabila pelaksanaannya diundur selama dua hari, jadi Adhi Susanto dan tim memiliki waktu untuk memperbaikinya.
Pengalaman unik juga ia dapatkan pada saat melakukan pameran tersebut. Saat itu, tim yang ikut serta tidak ada satu pun yang dapat memainkan gamelan, karena berasal dari daerah lain dan juga latar belakang yang berbeda. Akhirnya, dengan keterbatasan tersebut, Adhi Susantolah yang memainkan sendiri gamelan tersebut selama pameran berlangsung.
Adhi Susanto dalam Pekan Raya Jakarta, 1977.
Setelah mendapat banyak spotlight yang besar dari wartawan dan juga para investor, ia ditawarkan untuk membuat gameltron dengan skala produksi massal, agar bisa dikomersialkan. Namun, karena beliau harus melanjutkan studi lanjut beliau, akhirnya permintaan tersebut ditolak. “Selain itu, ada juga prosedur-prosedur lain, seperti mengurus izin tanah dan bangunan untuk industri, quality control, dan distribusi. Ini tidak mudah dalam pengerjaannya,” ujarnya.
Sayangnya, setelah ia meninggalkan Indonesia untuk studi lanjut selama lima tahun, Gameltron yang dibuat dengan bahan plywood sudah termakan rayap. Maka dari itu, sedikit demi sedikit, ia kembali merekonstruksi dan menyempurnakan Gameltron ini. Mulai dari hal teknis, sampai ke hal-hal lain terkait estetika.
Pada 28 Januari 2022, Adhi Susanto berpulang di usia 81 tahun. Selama hidupnya, ia tidak pernah berhenti berharap agar selalu ada semangat untuk melestarikan budaya Indonesia yang kaya akan seni. “Jangan sampai orang asing yang meneliti,” pungkasnya.
Prof. Adhi Susanto, M. Sc., Ph. D.
Gameltron Evo (2023)
Gameltron 2.0 Evo karya Addin Suwastono dan tim.
Saat ini, Gameltron Prof. Adhi Susanto tersebut sudah tidak dalam kondisi yang bisa dimainkan lagi. Dua tahun sejak berpulangnya Prof. Adhi Susanto, Tim Peneliti Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi UGM meluncurkan gamelan elektronik dalam bentuk baru, yang disebut Gameltron 2.0 Evo atau Gameltron Evo. Tim peneliti ini terdiri atas anggota Ir. Eka Firmansyah, S.T., M.Eng., Ph.D., IPM., Enas Dhuhri Kusuma, S.T., M.Eng., dan Dr.Eng. Silmi Fauziati, S.T., M.T. yang dipimpin Ir. Addin Suwastono, S.T., M.Eng., IPM.
Perbedaan utama antara Gameltron angkatan sebelumnya dan Gameltron Evo terletak pada bentuknya, karena Gameltron Evo ini menyerupai gamelan tradisional, baik bentuk maupun ukuran. Gagasan ini dimunculkan karena saat ini, penelitian-penelitian mengenai gamelan elektronik telah banyak ditemukan. Dan banyak inovasi gamelan elektronik yang, sayangnya, justru mengubah bentuk gamelan asli. “Ini membuat cara memainkan gamelannya pun berbeda,” ujar Addin. Addin dan Tim Peneliti DTETI ingin mempertahankan pengalaman bermain gamelan, bukan mendisrupsinya.
Gameltron dengan nama panggilan Evo ini dibuat dengan rotan. Peluncuran Gameltron Evo diselenggarakan bertepatan dengan Lustrum XII DTETI FT UGM pada Sabtu, 18 November 2023. Saat itu, Gameltron Evo dimainkan oleh dosen, mahasiswa, dan alumni DTETI FT UGM.
Peluncuran Gameltron Evo, 18 November 2023.
Terdapat tiga bagian dalam Gameltron Evo kreasi Addin dan tim. Pertama, controller atau trigger, merujuk pada gamelan fisik yang nantinya akan ditabuh oleh pemain menggunakan penabuh gamelan. Kedua, sound module, yakni perangkat yang berfungsi untuk merekam, menghasilkan, dan memanipulasi suara untuk dikelola dalam berbagai bentuk. Ketiga, speaker amplifier, untuk meningkatkan dan memperkuat sinyal suara dari sound module untuk menghasilkan suara yang dapat didengar dengan jelas.
Harapannya, Gameltron Evo dapat didesain agar praktis dan portable, misalnya dapat dilipat, agar tidak memakan ruang. Addin memproyeksikan agar Gameltron Evo dapat dibuat kembali dengan bahan-bahan lainnya, dengan biaya produksi yang tetap murah.
Addin Suwastono dengan Gameltron Evo.
___
Kontak Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada:
Media: teti@ugm.ac.id, cc: dteti.medsos@gmail.com
Instagram: @dtetiugm
YouTube: TERAS DTETI FT UGM