Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi (DTETI) Fakultas Teknik UGM pada Jum’at (10/03) lalu telah mengadakan kuliah studium generale pertemuan ke-4 bertajuk Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan UGM dilihat dari perspektif kesehatan dan perspektif hukum. Kuliah yang diikuti sekitar 115 mahasiswa DTETI tersebut menghadirkan dua pemateri. Pemateri pertama adalah Widyawati, SKp., M.Kes., Ph.D, Ketua Departemen Keperawatan Anak dan Maternitas, FK-KMK UGM. Dalam kesempatan tersebut, Widyawati menyampaikan materi tentang Dampak Kekerasan Seksual bagi Kesehatan.
Mengawali materi yang disampaikannya, Widyawati terlebih dahulu menyampaikan latar belakang dari topik yang dibahas pada kuliah tersebut bahwasanya menurut data statistik dari Kemenpppa tahun 2023, diketahui bahwa Jumlah kasus kekerasan sepanjang Januari 2023 hingga 09 Maret 2023: 4.802 kasus di seluruh Indonesia dan sebanyak 2017 kasus diantaranya adalah termasuk kasus kekerasan seksual. Kasus kekerasan seksual saat ini bisa terjadi di mana saja dan juga dapat dialami oleh siapa saja, termasuk mahasiswa khususnya yang dapat terjadi di lingkungan kampus dan sekitarnya. Pada perspektif kesehatan, kekerasan seksual dapat berdampak pada kesehatan fisik, mental, seksual, dan reproduksi jangka pendek dan panjang yang serius, khususnya bagi kaum perempuan. Dampak lainnya, kekerasan seksual yang dialami perempuan juga dapat berdampak bagi anak-anak mereka serta bisa memberikan konsekuensi terhadap tingginya beban sosial dan ekonomi bagi perempuan, keluarga, dan masyarakat. Secara singkat, kesimpulan yang bisa diambil dari materi pertama yang disampaikan oleh Widyawati, SKp., M.Kes., Ph.D adalah:
- Kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk pelecehan seksual non verbal yang dilakukan oleh siapapun dan dalam situasi apapun, terhadap organ seksual seseorang dengan cara memaksa dan tidak diinginkan.
- Kekerasan seksual memberikan dampak bukan hanya pada kesehatan fisik, tetapi juga pada kesehatan psikis, sosial, dan ekonomi baik pada level individu, keluarga, bahkan masyarakat.
- Diperlukan strategi pencegahan dan penanganan secara terintegrasi untuk menekan angka kejadian dan menyembuhkan para penyintas kekerasan seksual.
Materi kedua adalah mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan UGM dilihat dari perspektif hukum dengan pemateri yaitu Sri Wiyanti Eddyono, S.H., LL.M.(HR), Ph.D., Ketua Pokja Zero Tolerance (ZT) Kekerasan, Perundungan dan Pelecehan HPU UGM, Ketua Satgas Anti Kekerasan Seksual UGM dan Ketua Pusat Kajian Law, Gender and Society. Sri Wiyanti menjelaskan tentang kekerasan seksual yang terjadi di kampus di mana hal tersebut sudah menjadi fenomena gunung es. Banyaknya potensi terjadinya kekerasan seksual di lingkungan kampus, mendasari dibentuknya Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM yang telah terbentuk sejak tanggal 4 September 2022 dan secara bertahap membangun sistemnya. Satgas PPKS memiliki 3 tugas utama diantaranya melakukan edukasi atau pencegahan, penanganan dan pelaporan, serta pemantauan dan evaluasi terhadap tindak kekerasan seksual yang terjadi, khususnya di lingkungan kampus. Dalam kuliah tersebut, Sri Wiyanti menjelaskan beberapa hal pokok terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan UGM yaitu Infografis Kasus Kekerasan Seksual di UGM, Kebijakan Merespon Kekerasan Seksual, Perundungan dan Intoleransi di UGM, Kebijakan Anti Kekerasan Seksual di Tingkat Nasional, Definisi dan Cakupan Kekerasan Seksual, Peraturan-peraturan yang Mengatur tentang Kekerasan Seksual, Bentuk Kekerasan Seksual, Contoh-contoh Kasus Kekerasan Seksual, serta Mekanisme Penanganan Kekerasan Seksual oleh Satgas PPKS UGM.
(EFJ)