Kondisi Plaza Pasar Ngasem pada malam hari ramai. Sudah sewajarnya. Tapi, ada suatu malam di mana jumlah dosen dari Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (DTETI FT UGM) lebih banyak daripada biasanya—mungkin, malah lebih banyak dari yang pernah ada. Kehadiran mereka dilandaskan untuk satu tujuan: pementasan penelitian gamelan elektronik, inovasi dari Tim Peneliti DTETI FT UGM, sebagai pembuka kemeriahan konser Yogyakarta Gamelan Festival 2024.
Gamelan elektronik tersebut punya nama, yaitu Gameltron 2.0 Evo, atau Gameltron Evo. Jejak eksistensinya jauh lebih lama dari usia sebagian besar para penonton pertunjukan malam itu, yang didominasi oleh keluarga baru, pemuda-pemudi, dan turis mancanegara yang membentang dari Eropa hingga Asia. Gamelan elektronik itu merupakan gagasan yang terbentuk pada tahun 1970 oleh Prof. Adhi Susanto, M.Sc., Ph.D., Guru Besar Emeritus DTETI FT UGM.
Gameltron (1970)
Awalnya, gameltron hadir dengan gebrakan besar untuk menyederhanakan bentuk gamelan tradisional. “Agar seperangkat gamelan bisa dimainkan dalam satu alat musik,” demikian ujar Prof. Adhi dalam wawancara dengan tim Humas DTETI FT UGM yang disiarkan di YouTube. Karena itulah, luaran gameltron berbentuk menyerupai organ.
Kita biasa menjumpai berbagai alat musik gamelan seperti kendang, bonang, gambang, kendang, kempul, dan gong biasanya dimainkan oleh penabuh yang berbeda. Dengan gameltron inisiasi Prof. Adhi ini, seluruh alat musik gamelan dijadikan satu dalam teknologi tersebut, dilengkapi sensor suara untuk memantulkan bunyi gamelan aslinya.
Gameltron Evo (2023)
Kini, lebih dari lima puluh tahun kemudian, gagasan gamelan elektronik Prof. Adhi masih terus menyala-nyala. Tim Peneliti DTETI terus menghidupkan semangatnya hingga akhirnya debut dalam pementasan gamelan pada Kamis (8/8) lalu, di Yogyakarta Gamelan Festival 2024. Gameltron Evo dimainkan oleh Komunitas Gayam 16, sebuah komunitas pengembangan seni gamelan yang berkantor di Kecamatan Kraton, Yogyakarta. Komunitas inilah yang menjalankan kegiatan Yogyakarta Gamelan Festival 2024 sebagai pertemuan tahunan secara internasional antara pencinta gamelan, pemain gamelan, dan media untuk terlibat jauh dalam dunia seni gamelan.
Pada malam itu, Gameltron Evo dimainkan oleh total 15 pemain gamelan di bawah pimpinan Ageng Purwo Ariyatno. Komposisi karya dalam pementasan tersebut di antaranya Ladrang Sri Slamet Laras Slendro Pathet Manyura; Ladrang Ayun-Ayun, Ketawang Ilir-Ilir, dan Suwe Ora Jamu; Ladrang Pangkur, Sluku Bathok; dan Lancaran Kuwi Apa Kuwi.
Tim Peneliti DTETI FT UGM yang berada di balik inovasi Gameltron Evo di antaranya adalah Ir. Eka Firmansyah, S.T., M.Eng., Ph.D., IPM., Enas Dhuhri Kusuma, S.T., M.Eng., dan Dr.Eng. Silmi Fauziati, S.T., M.T. yang dipimpin Ir. Addin Suwastono, S.T., M.Eng., IPM. Dibandingkan dengan gameltron pendahulunya, Gameltron Evo ini telah memiliki bentuk yang sama sekali lain dari mahakarya Prof. Adhi Susanto sebelumnya.
Di setiap inovasi yang tercipta memang senantiasa ada mimpi di baliknya. Apabila Prof. Adhi menginginkan penyederhanaan bentuk dalam gameltron agar dapat dimainkan dalam satu perangkat, Addin dan tim berharap gameltron dapat dihadirkan tanpa menginterupsi gamelan tradisional. Oleh karena itu, pengalaman memainkan satu per satu alat musik gameltron tetap tidak berubah.
Perbedaannya ada pada bahan gameltron yang lebih ringan dengan biaya produksi yang lebih rendah dibandingkan gamelan aslinya. Misalnya, gong dibuat dengan kap lampu dan rotan; saron dibuat dengan kayu, sementara pangkon-nya menggunakan besi; bonang dibuat menggunakan 3D printing, dan lain-lain.
Di samping peralatan gamelan terdapat “gunungan” yang merupakan sound module. Dari sini, bunyi dimanipulasi menjadi suara gamelan asli yang telah tersimpan. Sementara itu, gamelan fisik yang dibuat menjadi controller atau trigger untuk ditabuh oleh penabuh gamelan. Kemudian, speaker amplifier juga dimanfaatkan untuk meningkatkan dan memperkuat sinyal suara dari sound module untuk menghasilkan suara yang dapat didengar dengan jelas.
Disampaikan oleh Addin, kesamaan cara memainkan gameltron menjadi cara untuk mendekatkan gamelan kepada masyarakat. “Gameltron Evo didesain agar praktis, portable, dan terasa dekat—ke depannya, perkembangan gameltron membuat kita bisa memainkan gamelan dengan earphone di dalam kamar,” ujar Addin dalam gelar wicara yang dihelat setelah pementasan. Perbincangan mengenai gamelan elektronik terus memeriahkan panggung Yogyakarta Gamelan Festival 2024 hingga menjelang pukul setengah sembilan, sebelum kemudian dilanjutkan oleh pementasan-pementasan lainnya hingga larut malam.
Inovasi gamelan elektronik yang terus berkembang ini menjadi bentuk preservasi budaya gamelan. Dari gameltron yang diinisiasi pada 1970 hingga menjadi Gameltron Evo pada 2023, perkembangan ini menunjukkan bahwa dosen-dosen DTETI FT UGM tak putus upaya menyinergikan teknologi dengan tradisi untuk menciptakan sesuatu tanpa meninggalkan akar budaya. Proyek gamelan elektronik oleh Tim Peneliti DTETI FT UGM ini menjadi jembatan antara budaya tradisional dan modern, memperkuat posisi gamelan dalam lanskap musik Indonesia. Semoga seterusnya pun, gamelan—sebagai warisan budaya—mampu beradaptasi dan tetap relevan di tengah perubahan zaman. (RAS)
Bacaan lain: Press Release Gameltron Evo (2024)