Dosen Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (DTETI FT UGM) sekaligus pakar energi, Prof. Ir. Tumiran, M.Eng., Ph.D., IPU., menjadi narasumber dalam Webinar GIVEST Series #3 bertema “Navigating Indonesia’s Energy Transition” yang diselenggarakan pada Kamis (7/11). Acara ini diadakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan RI, di Gedung Jusuf Anwar serta disiarkan langsung melalui Zoom dan YouTube. Webinar ini bertujuan untuk membahas mekanisme transisi energi (Energy Transition Mechanism/ETM) di Indonesia, termasuk prinsip-prinsip transisi energi, kesiapan negara dalam menghadapi tantangan transisi, serta potensi pendanaan yang diperlukan.
Selain Prof. Tumiran, acara ini juga menghadirkan pembicara lainnya, antara lain Meutia Chaerani (Climate Change Specialist, Asian Development Bank) dengan topik bahasan kebijakan dan implementasi transisi energi global, Dr. Ir. Hendra Iswahyudi, M.Si (Direktur Konservasi Energi, Ditjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM) dengan topik bahasan roadmap transisi energi di sektor ketenagalistrikan, dan Dr. Joko Tri Haryanto (Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup) dengan topik bahasan implikasi dari transisi energi bagi lingkungan hidup dan masyarakat. Para pembicara ini akan memberikan pandangan mendalam mengenai berbagai aspek transisi energi di Indonesia dari perspektif kebijakan, teknologi, dan ekonomi.
Di tengah upaya pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 43,20% sebagai bagian dari komitmen terhadap perubahan iklim, pengurangan ketergantungan terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara menjadi fokus utama. Webinar ini diadakan untuk mengkaji kesiapan Indonesia dalam melakukan transisi energi menuju sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
Prof. Tumiran banyak bicara tentang mapping kesiapan transisi energi di Indonesia dan Transisi Energi untuk mendukung sirkular ekonomi, serta pentingnya kesiapan Indonesia dalam menjalani transisi energi, terutama dari sudut pandang akademik dan kebijakan nasional. “Transisi energi bukan hanya soal mengurangi impor BBM dan LPG, tetapi juga mencapai swasembada energi nasional yang akan membangun ketahanan energi,” tegas Prof. Tumiran. Menurutnya, Indonesia sudah cukup berani membuat terobosan, termasuk target 23% energi baru terbarukan (EBT) dalam kebijakan nasional. Namun, tantangan terbesar tetap pada sektor industri dan kemampuan ekonomi masyarakat dalam menanggung biaya energi terbarukan tersebut.
Lebih lanjut, Prof. Tumiran juga menekankan perlunya pendekatan yang komprehensif untuk mengembangkan industri energi terbarukan di Indonesia. “Indonesia memiliki potensi besar dengan energi matahari, angin, dan geotermal, namun kita harus menyiapkan infrastruktur dan kebijakan yang mendukung, bukan sekadar mengandalkan regulasi.” Prof. Tumiran menutup pemaparannya dengan mengingatkan bahwa transisi energi yang efektif membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, industri, dan akademisi untuk menciptakan pasar energi terbarukan yang berkelanjutan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dengan potensi pasar dalam negeri yang besar, Indonesia diharapkan mampu memanfaatkan transisi energi ini untuk membangun industri nasional yang tangguh dan berdaya saing di kancah internasional. Hal ini sesuai dengan dukungan terhadap beberapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yaitu SDG 7 tentang energi bersih dan terjangkau, SDG 9 terkait industri, inovasi, dan infrastruktur, serta SDG 13 yang berfokus pada aksi melawan perubahan iklim. Dengan pembahasan mendalam mengenai transisi energi, acara ini menjadi langkah nyata dalam mencapai target pembangunan berkelanjutan dan menjaga keberlanjutan lingkungan bagi generasi mendatang. (RAS)